another blogger

Sabtu, 30 April 2016

That feeling

Udah minggu ke-5 aku di putaran terakhir Studi Profesi Dokter Gigi...... yang artinya adalah dalam hitungan bulan, waktuku di klinik hampir kelar! :"D Sounds great dan mengharukan, kalau ngga harus mengingat requirements yang belom aku selesaikan :"D

Dan aku ngga tahu, apakah karena efek stase putaran terakhir, aku ngga se-semangat dulu. Kalau kata temen-temen sih, udah waktunya jenuh kayanya hahaha. Kebetulan di stase terakhir ini aku di departemen Prostodonsia (Protesa / gigi palsu), yang mana harus nunggu pasien selesai perawatan pendahuluan dulu baru bisa dikerjakan. Salah satu pasienku ada yang butuh perawatan pendahuluan cabut gigi geraham bungsu! (Setelah didiskusikan akan mengganggu pemakaian gigi palsu kalau dibiarkan di rongga mulut). Sudah penjadwalan untuk pencabutan sih, tapi karena pencabutan gigi bungsu perlu 'teknik khusus' yang namanya Odontektomi, di RSGM pun harus mengantri karena pasiennya banyak. Sambil nunggu harusnya aku bisa ngerjakan pasien yang lain ya, harusnya... tapi karena belum punya pasien yang lain, ya udah.. hahahaha :")

Daridulu aku pengen banget cerita kehidupan koas di RSGM FKG Unair, yang penuh up and down, yang jalanannya kaya tanjakan penuh batu kerikil, yang ngga bisa didaki kalau ngga pakai sepatu tebal, perlindungan diri, dan mental baja. Berhubungn waktu itu sibuk (padahal niatnya udah ada, tapi ditunda melulu), akhirnya malah posting-posting galau, yang kata si mas "kaya orang mau putus," hahaha padahal kan engga ya, walaupun akhir-akhir ini sering berantem gara-gara hal sepele.. Yah, justru disitu bumbunya ya mas :))

Awkay!
Sebagai koas, sering banget dibilangin "Kita jadi percobaan ya?" waktu nawarin perawatan ke orang-oranag sekitar. Berhubung gelar dokter gigi belum kami pegang, mindset orang-orang udah underestimate aja sama dokter gigi muda. Kadang-kadang waktu aku sama teman-teman keliling gang cari pasien untuk nawarin perawatan, beberapa orang ngelihat kita aja udah ngga percaya, seakan mereka pengen segera pergi dari percakapan itu. Sedih sih sebenernya. Tapi mau gimana lagi, kami memang belum jadi dokter gigi. Waktu ditanyain begitu kami cuma bisa bilang kalau ini bukan percobaan, tapi perawatan gigi, dan berusaha gimana mereka bisa percaya. Makanya kami berterima kasih sekali buat pasien-pasien yang datang langsung sendiri ke RSGM, yang percaya bahwa kami bisa ngebantu merawat gigi mereka :"D

Banyak hal yang aku dan teman-teman pelajari selama koas di RSGM. Salah satunya adalah pentingnya komunikasi, antara kita dan pasien. Aku pernah bilang ke salah satu teman, kalau dokter yang banyak bicara itu belum tentu skill nya bagus. Dia menanggapinya salah, dan sampai sekarang aku masih sering disindir dengan dikirimin gambar-gambar atau quotes yang menyatakan kalau komunikasi itu penting. Annoying sebenernya, padahal aku udah bilang kalau maksudku bukan begitu, tapi orangnya masih aja gitu wkwkwk :p

Jadi maksudku itu, kadang ada orang yang ketika dia grogi atau resah, justru banyak omong, buat meredakan stres nya, tangannya ikut gemetaran, ngomong kesana kemari padahal ngga ditanyain. Menurut aku sih, kalau sesekali kita ngomong, yang tujuannya untuk membangun hubungan interpersonal ke pasien, atau membuat pasien merasa nyaman, itu boleh. Tapi bukan nyerocos menjelaskan detiiiil sekali tindakan yang sedang kita lakukan ke pasien. Misalnya lagi anestesi nih, kita ngomong, "Bu, jarumnya saya masukkan ya.. saya deponir ya anestesinya.. bu, sudah masuk cairannya 2 cc nih... Sakit ya bu? Sakit?"

Ada saat dimana pasien ngga perlu sadar apa yang kita lakukan, untuk tindakan-tindakan yang dirasa agak menegangkan. Tapi kita perlu memberikan penjelasan yang baik, sampai pasien paham dan bisa membayangkan kira-kira bagaimana tindakannya. Waktu aku di stase Bedah Mulut, pernah bertemu pasien dengan diagnosa epulis. Epulis termasuk pembesaran (tumor) yang tidak ada rasa sakit, kalau bagi kami paramedis, epulis tidak digolongkan sebagai tumor ganas, dan kami tau. Tapi bagi pasien yang orang awam, tidak mengerti jinak atau ganas, tentu saja resah melihat ada tonjolan besar di gusi yang sering berdarah. Hari pertama ketika pasien datang, aku dan dua orang temanku memeriksa pasien. Dari awal datang pasien sudah kelihatan cemas, dengan takut-takut menanyakan sebenarnya ada apa dengan gusinya, kenapa bisa ada benjolan besar yang tidak hilang-hilang. Setelah dilakukan foto rontgen dan menentukan diagnosa, kami menjelaskan kepada pasien tentang kemungkinan diagnosa dan rencana perawatannya. Karena diagnosanya suspect epulis granulomatosa, maka rencana perawatannya adalah eksisi, pembedahan dimana tonjolan tersebut diambil. Hari itu pasien datang sendiri diantar oleh suaminya, setelah mendapat penjelasan dari kami, pasien ijin pulang untuk menanyakan kepada anaknya bagaimana sebaiknya sekaligus ingin datang lagi dengan ditemani oleh anaknya besok. Pasienpun pulang.

Keesokan harinya, kami bertemu dengan putri pasien itu. Setelah kami jelaskan, bahkan Dosen pun ikut menjelaskan kepada pasien dan anaknya, dilakukan tes koagulasi darah dan tes lainnya untuk persiapan pengambilan epulis. Si pasien badannya agak lemas dan tampak gelisah. Kemudian putrinya cerita kalau tadi malam, si ibu menangis ._. Setelah kami jelaskan tentang penyakitnya, pasien ngga bisa membayangkan seperti apa penyakit yang dialaminya, sampai harus dioperasi. Katanya beliau kepikiran, menangis, sampai akhirnya dikuatkan oleh putrinya dengan datang bersama ke RSGM. Aku dan dua temanku langsung pingin nangis rasanya, ngelihat si pasien dengan kondisi begitu. Bahkan waktu cek koagulasi darah, pasien tampak berkaca-kaca matanya, ingin ditemani anaknya. Bagi kami yang tahu bahwa epulis ini bukan sesuatu yang berbahaya jika dirawat dari awal, mungkin operasi eksisi ini termasuk operasi kecil. Tetapi buat pasien yang tidak tahu apa-apa, mungkin akan terasa berat, apalagi harus dioperasi. "Separah itu kah penyakitku?". Sampai hari H operasi kami menemani pasien dan putrinya. Memberikan penjelasan-penjelasan ringan tentang penyakitnya, dan pasienpun lama kelamaan akhirnya mengerti. Kalau ada yang bilang, untuk merawat pasien, kita juga harus merasakan yang dirasakan pasien, kalimat itu bener banget :")

Setelah dioperasi, pasien dan anaknya ngucapin terima kasih ke kita dengan wajah yang lega. Ngga lagi resah kaya waktu pertama kali datang. Katanya, kalau mereka ada keluhan gigi, akan langsung ke RSGM dan menghubungi kami :")

Jadi dokter gigi muda, banyak yang aku pelajarin. Cerita tadi cuma satu dari beberapa cerita selama koas. Ada juga pasien yang anaknya habis kecelakaan dan dirawat reposisi rahang, setelah anaknya sembuh, beliau membawakan kami, dokter gigi muda stase Bedah Mulut, 3 kantung plastik besar kerupuk udang. Katanya itu makanan dari daerahnya, mereka berterima kasih sekali. Pernah juga aku dibawakan brownies sama pasien cabut gigi ku, katanya buat dimakan aku dan teman-teman, "Kayaknya kok capek seharian ngerjain pasien terus," katanya. Ada juga yang walaupun aku agak lama nyabut giginya, dan sempat ngga sengaja ngelakuin suatu tindakan, tapi masih mau datang lagi dan minta dicabut sama aku. Terharu sumpah :")

Ternyata, ngga ada yang lebih membahagiakan dari punya pasien-pasien yang percaya sama kita.. ;)

Minggu, 17 April 2016

Ada banyak hal yang bisa kamu berikan untuk orang lain.
Dan salah satu yang paling berharga adalah waktu.
Bagaimana bisa kamu memberikan milikmu yang tidak bisa kembali pada sembarang orang?

Rabu, 06 April 2016

The most.

The most heartbreaking moment is when you tell them what you wanna do and what you like to do in the future, and they just like "Emang kamu kira gampang kaya gitu?" "Emang kamu kuat?" "Yang penting lulus dulu sana."

Padahal dukungan dari orang-orang itu lah yang paling kita harapkan.... Sebodoh, sekonyol, dan setinggi apapun impiannya...

Sedih sekali..